Dalam kehidupan kita sesehari sebenarnya tanpa disadari kita selalu menggunakan kurikulum. Bahkan setiap menit kita mempunyai tugas-tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan. Didalam menyelesaikan tugas itu selalu dilakukan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan harapan hasilnya memuaskan. Oliva (1984), seorang ahli kurikulum, menyebutkan bahwa pada awal munculnya kata "curriculum" di jaman Romawi mempunyai arti yaitu jalur atau gelanggang pacu yang harus dilewati pada perlombaan kareta kuda. Ternyata, dua puluh satu abad kemudian. kata kurikulum selalu digunakan dalam dunia pendidikan dan berkembang menjadi konsep yang artinya luas dan abstrak. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, yang juga begitu bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya (Sukmadinata, 2004).
Dalam arti yang sesungguhnya, kurikulum adalah langkah-langkah yang dilaksanakan dalam suatu pekerjaan agar tercapai suatu tujuan tertentu. Ini berarti kurikulum dalam satu lembaga pendidikan adalah langkah-langkah yang harus ditempuh guna pencapaian tujuan pendidikan. Ahli lain menyebutkan kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran mengenai suatu bidang ilmu atau keahlian khusus, yang tujuan, isi, dan kegiatannya terprogram serta pelaksanaannya di bawah naungan suatu lembaga pendidikan. Sebagai hal yang terprogram, kurikulum berisi perencanaan yang ingin dicapai, tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan diajarkan, pembelajaran, dan alat-alat pembelajaran. Kurikulum dapat dianggap mantap dan baik untuk suatu masyarakat dan pada masa tertentu apabila di dalamnya mempunyai relevansi isi dengan tujuan pendidikan nasional.
Memang kita harus mengakui bahwa pada jaman yang senantiasa berubah ini dituntut diadakannya penyempurnaan kurikulum untuk menjawab perkembangan jaman dan tuntutan pembelajar. Maka tidaklah benar jika selama ini ada anggapan sinis bahwa pergantian kurikulum disebabkan pergantian menteri semata. Di samping itu, pembaharuan kurikulum bukanlah topik yang baru, contoh kongkritnya di Amerika Serikat yang melakukan pembaharuan di tahun 1960-an karena mendesaknya perbaikan sekolah yang mencakup semua aspek persekolahan. Pembaharuan itu meliputi semua aspek kurikulum, seperti mata perlajaran, standar isi, proses belajar mengajar, metode pembelajaran, pengelolaan waktu yang lebih baik, dan perolehan hasil belajar siswa.
Untuk menyikapi suatu perubahan, setiap sekolah dituntut berperan aktif dalam pembaharuan tersebut sampai pada tahap implementasinya dan menetapkan perubahan itu sesuai dengan perkembangan sekolah tersebut. Sering terjadi sekolah menerima suatu perubahan tanpa memperhitungkan mengapa mereka harus mengadopsinya, apa dampak perubahan itu bagi guru, bagi siswa, dan bagi masyarakat luas. Kemudian akan menjadi berlebihan ketika sekolah yang dijadikan ajang pembaharuan itu digembor-gemborkan sebagai suatu model yang akan menjadi contoh bagi sekolah lain.
Atas dasar semua hal-hal diatas maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk memastikan apakah satu sekolah perlu melakukan suatu perubahan. Yaitu dengan pengimplementasian suatu kurikulum dengan segala prosedurnya, dan bahkan dengan segala metode-metode pembelajarannya.
Berkaitan dengan implementasi suatu kurikulum, Hasan (1992) mengemukakan bahwa tidak diimplementasikannya suatu kurikulum pada tingkat sekolah ditentukan oleh tiga faktor, yaitu (1) karakteristik pembaharuan itu sendiri, (2) karakteristik pelaksana, dan (3) strategi implementasi yang ditempuh. Hal senada diperkuat oleh McLaughlin (1987) dengan menyatakan bahwa kesuksesan implementasi suatu kebijakan sangat tergantung kepada dua faktor utama, yaitu (1) kapasitas lokal dan (2) kemauan dari pelaksana.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, selajutnya disebut KTSP, atau lebih dikenal Kurikulum 2006 sejak tahun pelajaran 2006/2007 dan direalisasikan sampai pada tahun 2009/2010 (Permendiknas, No.24 Tahun 2006). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan. KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.
Masih banyak pendapat yang mengatakan bahwa pemberlakuan KTSP masih menemui banyak hambatan sehingga menyebabkan adanya perasaan pesimis dalam menerapkan kurikulum dimaksud. Seorang Sekretaris Dewan Pendidikan sebuah kota di Indonesia menyatakan bahwa KTSP ternyata masih bersifat idealis dan sulit diterapkan secara nasional (Linggau Pos, 5 Juni 2007). Kendala-kendala penyebabnya adalah kondisi daerah terpencil yang sulit dijangkau dan minimnya sarana dan prasarana penunjang, lemahnya insfrastruktur serta masalah sumber daya manusia dimana masih banyak guru dengan latar belakang pendidikan D2 dan D3.
Kurikulum sebenarnya merupakan perangkat pendidikan yang dinamis. Akan menjadi sangat ideal jika kurikulum peka dan sekaligus mampu merespon beragam perubahan dan beragam tuntutan stakeholders yang menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Bahkan kita menyadari bahwa negara-negara berkembang dan negara maju di hampir seluruh dunia sekarang ini tengah berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Puskur, 2007).
Adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu juga sebagai upaya sekolah menjawab fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and learning to live together). Untuk itulah beberapa sekolah berupaya mewujudkannya melalui kurikulumnya. Inovasi kurikulum ini bukan hanya perubahan pemikiran, tetapi yang paling penting adalah perubahan perilaku dalam pembelajaran.
Handita Sari, S.Si
Dalam arti yang sesungguhnya, kurikulum adalah langkah-langkah yang dilaksanakan dalam suatu pekerjaan agar tercapai suatu tujuan tertentu. Ini berarti kurikulum dalam satu lembaga pendidikan adalah langkah-langkah yang harus ditempuh guna pencapaian tujuan pendidikan. Ahli lain menyebutkan kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran mengenai suatu bidang ilmu atau keahlian khusus, yang tujuan, isi, dan kegiatannya terprogram serta pelaksanaannya di bawah naungan suatu lembaga pendidikan. Sebagai hal yang terprogram, kurikulum berisi perencanaan yang ingin dicapai, tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan diajarkan, pembelajaran, dan alat-alat pembelajaran. Kurikulum dapat dianggap mantap dan baik untuk suatu masyarakat dan pada masa tertentu apabila di dalamnya mempunyai relevansi isi dengan tujuan pendidikan nasional.
Memang kita harus mengakui bahwa pada jaman yang senantiasa berubah ini dituntut diadakannya penyempurnaan kurikulum untuk menjawab perkembangan jaman dan tuntutan pembelajar. Maka tidaklah benar jika selama ini ada anggapan sinis bahwa pergantian kurikulum disebabkan pergantian menteri semata. Di samping itu, pembaharuan kurikulum bukanlah topik yang baru, contoh kongkritnya di Amerika Serikat yang melakukan pembaharuan di tahun 1960-an karena mendesaknya perbaikan sekolah yang mencakup semua aspek persekolahan. Pembaharuan itu meliputi semua aspek kurikulum, seperti mata perlajaran, standar isi, proses belajar mengajar, metode pembelajaran, pengelolaan waktu yang lebih baik, dan perolehan hasil belajar siswa.
Untuk menyikapi suatu perubahan, setiap sekolah dituntut berperan aktif dalam pembaharuan tersebut sampai pada tahap implementasinya dan menetapkan perubahan itu sesuai dengan perkembangan sekolah tersebut. Sering terjadi sekolah menerima suatu perubahan tanpa memperhitungkan mengapa mereka harus mengadopsinya, apa dampak perubahan itu bagi guru, bagi siswa, dan bagi masyarakat luas. Kemudian akan menjadi berlebihan ketika sekolah yang dijadikan ajang pembaharuan itu digembor-gemborkan sebagai suatu model yang akan menjadi contoh bagi sekolah lain.
Atas dasar semua hal-hal diatas maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk memastikan apakah satu sekolah perlu melakukan suatu perubahan. Yaitu dengan pengimplementasian suatu kurikulum dengan segala prosedurnya, dan bahkan dengan segala metode-metode pembelajarannya.
Berkaitan dengan implementasi suatu kurikulum, Hasan (1992) mengemukakan bahwa tidak diimplementasikannya suatu kurikulum pada tingkat sekolah ditentukan oleh tiga faktor, yaitu (1) karakteristik pembaharuan itu sendiri, (2) karakteristik pelaksana, dan (3) strategi implementasi yang ditempuh. Hal senada diperkuat oleh McLaughlin (1987) dengan menyatakan bahwa kesuksesan implementasi suatu kebijakan sangat tergantung kepada dua faktor utama, yaitu (1) kapasitas lokal dan (2) kemauan dari pelaksana.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, selajutnya disebut KTSP, atau lebih dikenal Kurikulum 2006 sejak tahun pelajaran 2006/2007 dan direalisasikan sampai pada tahun 2009/2010 (Permendiknas, No.24 Tahun 2006). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan. KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.
Masih banyak pendapat yang mengatakan bahwa pemberlakuan KTSP masih menemui banyak hambatan sehingga menyebabkan adanya perasaan pesimis dalam menerapkan kurikulum dimaksud. Seorang Sekretaris Dewan Pendidikan sebuah kota di Indonesia menyatakan bahwa KTSP ternyata masih bersifat idealis dan sulit diterapkan secara nasional (Linggau Pos, 5 Juni 2007). Kendala-kendala penyebabnya adalah kondisi daerah terpencil yang sulit dijangkau dan minimnya sarana dan prasarana penunjang, lemahnya insfrastruktur serta masalah sumber daya manusia dimana masih banyak guru dengan latar belakang pendidikan D2 dan D3.
Kurikulum sebenarnya merupakan perangkat pendidikan yang dinamis. Akan menjadi sangat ideal jika kurikulum peka dan sekaligus mampu merespon beragam perubahan dan beragam tuntutan stakeholders yang menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Bahkan kita menyadari bahwa negara-negara berkembang dan negara maju di hampir seluruh dunia sekarang ini tengah berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Puskur, 2007).
Adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu juga sebagai upaya sekolah menjawab fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and learning to live together). Untuk itulah beberapa sekolah berupaya mewujudkannya melalui kurikulumnya. Inovasi kurikulum ini bukan hanya perubahan pemikiran, tetapi yang paling penting adalah perubahan perilaku dalam pembelajaran.
Handita Sari, S.Si
Label: artikel ilmiah
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)